468x60 Ads

RELIGION CORNER
TRAVEL STORY
HEALTH INFO
FEATURES STORY
TALKING BUSINESS
CULTURE/ART

Minggu, 25 Mei 2014

BUKIT ITU MASIH TAK HIJAU


    Cuaca siang ini cukup terik. Cukup untuk membuat badan lemas dan letih. Waktu yang tepat untuk bersantai dirumah, tanpa harus ketakutan kulit terbakar karena teriknya sang Matahari. Tapi tidak untuk kami! bahkan cuaca kemarau seperti ini adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi salah satu bukit yang populer di Aceh. yupz! apa lagi kalau bukan Bukit Soeharto.
   Pengalaman yang pernah saya rasakan dalam penjelajahan serpihan surga di bukit soeharto tahun 2012 lalu, kembali menumbuhkan rasa rindu dengan padang tandus dan birunya lautan Krueng Raya. Merasakan sensasi panas matahari dari bukit-bukit coklat raksasa, tertawa lepas ditemani hembusan angin laut, dan menghitung hewan ternak yang sedang menikmati keringnya rerumputan di bukit-bukit. Imajinasi itu berhasil membawa saya kembali ke bukit yang jaraknya 30 KM dari pusat kota. 
    Bersama kedua adik sepupu saya, langsung saja kami meluncur menuju tempat yang dulu pernah saya sebut serpihan surga. 
   Jalan menuju Bukit Soeharto dari jembatan Cadek menuju Krung Raya lumayan bagus, bahkan di beberapa tempat seperti di jalan sebelum Pantai Tanah Unsyiah dan Indra Patra terlihat baru diperbaiki dan sangat mulus. Setelah itu, masih terlihat sama. Apalagi jika sudah memasuki kaki bukit setelah Pabrik Semen Padang. Jalannya masih rusak seperti beberapa tahun lalu saya kunjungi. Banyak lubang ditepi jalan, dan juga tidak begitu rata yang membuat jalanan terlihat bergelombang. Cukup bahaya jika tidak berhati-hati.
    Memasuki kaki bukit, suasana padang tandus sudah mulai terasa. Dari segala sisi terlihat rerumputan kering di perbukitan. Ditambah dengan pepohonon hijau yang jarang-jarang. Kebanyakan adalah pohon jambu kleng atau juga dikenal sebagai duet.

Penampakan Jambu Kleng aka Duet
     Bukit ini sepertinya memang tidak cocok jika dijadikan lahan pertanian. Itu mungkin yang menjadi alasan warga setempat untuk menjadikannya sebagai lahan pangan bagi ternak-ternak  mereka. Bahkan uniknya di bukit ini juga ada rambu kusus yang bergambar Sapi. Menunjukkan bahwa bukit ini memang dihuni oleh para sapi. Mereka sangat mudah kita temukan, seperti di puncak bukit, lereng-lereng bukit, bahkan juga sering nongkrong santai di jalanan. 

Rambu Cap Sapi :)
   Kawasan bukit Soeharto terdiri dari ratusan bukit-bukit padang rumput. Disisi kirinya terlihat lautan lepas yang sesekali timbul tenggelam. 
    Jika musim hujan, rumput-rumput ini terlihat hijau dan menyegarkan. Namun siang ini, walaupun sesekali juga diguyur hujan, tapi sang surya masih membuat bukit ini beda dari biasanya. 
     Bukit itu coklat dimana-mana, bukit itu masih tak hijau.
Sedikit Video Bukit Soeharto

Chocolate sweet

Kelok Jalan di tepi bukit

Tell me something about this
***Dibuang sayang***
Sebuah Levitation yang gatot :P
levitaca (levitasi ala Gatot Kaca)
Levidu (Levitasi tempo dulu)
No Idea
 **Sekapur Barus**
Sebuah Pesan Klasik. Halaaaah, :)

Tips ala-ala

Rabu, 21 Mei 2014

JEJAK MATAHARI DI BANDAR MA'MUR (Gampong Jawa)

  Saya termasuk orang yang kagum dengan matahari. Sosok yang melambangkan harapan, keindahan, dan ketangguhan. Tidak heran jika ada sebagian manusia yang mendewakannya. 
   Kehadiran matahari selalu dinanti. Jejaknya selalu menghasilkan sensasi yang 'tak bisa disia-siakan. Hangatnya surya panorama pagi, indahnya senja di sore hari, atau menawannya malam saat purnama tiba.
  Pada tulisan kali ini saya akan berbagi keindahan jejak matahari di Bandar Ma'mur. Salah satu destinasi wisata senja di Kota Banda Aceh.

    Mendengar nama Bandar Ma’mur sepertinya masih asing bagi sebagian orang. Nama ini dilantunkan dalam Hikayat Aceh untuk menjuluki wilayah yang disebut dengan Gampong Jawa (Kampung Jawa). Kampung ini berbatasan langsung dengan istana utama Aceh yang disebut dengan Gampong Pande Meunasah Kandang atau Gampong Pande.
  Gampong Jawa terletak sekitar 3Km dari pusat kota. Berbatasan dengan Gampong Pande disebelah barat, Selat Melaka di sebelah utara, Gampong Peulanggahan disebelah selatan, dan sebelah timur dengan Krueng Aceh, yang merupakan sungai yang membelah ibukota negeri Serambi Mekkah.
   Ada yang miris ketika berbicara mengenai Kutaradja. Tempat yang dulunya pernah menjadi pelabuhan bagi para jamaah haji dan merupakan wilayah yang notabene adalah situs dari sejarah kerajaan Aceh, namun ternyata dijadikan tempat pembuangan sampah ibu kota. Padahal jika ditelaah lagi daerah tersebut masuk istana bagian dalam kerajaan Aceh di Kutaradja. Hal ini banyak menjadi keresahan masyarakat dan para pecinta sejarah. Penempatannya yang tidak jauh dari kota, serta sangat dekat dengan laut menjadi mengerikan jika sampah-sampah itu terus menumpuk dari waktu  ke waktu. Semoga saja pemerintah daerah sudah memimikirkan dengan matang sebab dan akibatnya atas pilihan tersebut.
   Dibalik gunungan sampah-sampah tersebut, ternyata Gampong Jawa memiliki pesona yang tidak biasa. Jejak-jejak matahari menorehkan keindahan yang luar biasa. Di Pantai Gampong Jawa ini  kita bisa menjadi saksi tenggelamnya matahari dari balik pulau Aceh atau senja merah yang mewarnai pulau Weh, Sabang. Merupakan tempat yang sempurna untuk menikmati jejak sang matahari. Hal ini dapat terlihat dari antusias masyarakat kota yang selalu memadati pantai tersebut saat sore tiba.
   Selain menarik untuk menikmati senja bersama sahabat atau keluarga, pantai ini juga sangat populer dijadikan spot memancing bagi warga kota.
   Untuk menikmati jejak matahari di Gampong Jawa, anda tidak terlalu sulit mencarinya. Letaknya sekitar 100 meter dari gapura kampung Jawa. Melewati gunungan sampah TPA (Tempat Pengolahan Akhir), kita langsung dapat menikmati lautan lepas yang indah. Pantai yang menjadi persinggahan matahari, meninggalkan jejak-jejak fajar dan senja yang mengobati sanubari.
Selamat berkunjung! :)
Video Jejak Sang Matahari
Dibalik Pulau Aceh
Kapal Bermandi Senja
Memancing
Spion
Weh dan Anak Lelaki


Revolusi Jejak Senja

Jumat, 02 Mei 2014

KU MELAYAP KE KUTA MALAKA

Air Terjun Kuta Malaka
     Ada yang tau dimana Kuta Malaka? Malaysia kah? Nan jauh di negeri jiran seberang sana? Bukan!!! Kuta Malaka yang ingin saya ceritakan ini adalah wilayah salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, yang sekarang sedang dalam proses perubahan status menjadi Ibu Kota Kabupaten.
  Konon ceritanya Perbukitan Kuta Malaka ini pernah menjadi tempat persembunyian salah satu raja Aceh pada masa sebelum Iskandar Muda.
  Kuta Malaka merupakan daerah perbukitan dengan pemandangan alami hutan hijau dan gugusan gunung-gunung cadas seperti cokelat raksasa. Saat musim kemarau wilayah ini terlihat tandus dengan rerumputan kering, namun tetap mempesona menjadi panorama penghilang dahaga jiwa.
    Ada potensi wisata yang layak digarap disana. Mulai dari pemandangan alam, air terjun, dan bahkan saat ini terlihat ada pembangunan wisata air waterboom. 
    Menurut saya yang menjadi daya tariknya adalah air terjun Kuta Malaka. Dengan satu tujuan menuju air terjun tersebut, kita bisa sembari menikmati pemandangan alam yang jarang terdapat di wilayah perkotaan. Pegunungan yang hijau serta bukit tandus yang menawan, dan beberapa perkebunan warga setempat; seperti buah kelengkeng, buah naga, sayur gambas, pohon jabon, durian dan sebagainya. Ini merupakan peluang dijadikan Agri-wisata bagi pengunjung.
    Air terjun ini berlokasi di Desa Samahani, Kecamatan Kuta Malaka, Kabupaten Aceh Besar. Kurang lebih 1 jam 30 menit dari kota Banda Aceh, dengan jarak tempuh sekitar 30 Km dan terletak di atas ketinggian 600 M di atas permukaan laut.
    Konon kata masyarakat setempat air terjun tersebut mencapai 7 tingkat dan bahkan ada yang mengatakan 20 tingkat. Tapi menurutku yang jadi “suhu-nya” itu ada 2-3 tingkat saja. Yang lain cenderung hanya terlihat seperti kolam-kolam dengan aliran pancuran air dari hulu Sungai Jrue yang jernih dan segar. namun tetap saja itu juga merupakan salah satu daya tarik dari air terjun tersebut.

Air Terjun Kuta Malaka, Aceh
    Di Aceh, air terjun bertingkat seperti ini juga dapat ditemukan di Takengon dan Aceh Selatan. Ketiganya memiliki keunikan dan keindahan sendiri. Pantas menjadi pilihan untuk anda jelajahi.
    Air terjun Kuta Malaka memiliki tinggi rata-rata dari satu meter sampai delapan meter lebih, lebarnya antara tiga meter sampai lima meter. Dan itu tergantung cuaca. Menurut warga setempat, jika musim hujan, air terjun tersebut lebih besar dari hari-hari biasanya. Begitu sebaliknya jika berada pada musim panas atau kemarau.
    Perjalanan menuju air terjun malaka cukup sulit. Jalannya masih berupa tanah cadas berbatu dan sebagian berparit-parit akibat gerusan air hujan. Sepertinya akan lebih sulit jika perjalanan dilakukan saat musim hujan. Karena bisa jadi jalanan akan semakin licin dan sulit untuk ditempuh. Belum lagi kita harus melewati kurang lebih 3 sungai kecil di tengah jalan.
    Jika anda berkunjung ke air terjun ini, saya sarankan untuk memakai kendaraan yang memang handal di pegunungan/bukit. Selain sepeda motor, sepeda dan mobil Rally juga sangat menarik dijadikan pilihan dalam menaklukkan jalanan menuju air terjun Kuta Malaka.
    Disisi kiri atau kanan jalan, anda akan menemui berbagai jenis tanaman di perkebunan warga. Juga bisa menikmati indahnya pemandangan Samahani dari atas bukit. Udaranya juga masih sejuk dan asri, ditambah lagi penampakan bukit tandus yang indah disekitar hutan-hutan yang rimbun. Indah sekali.
Bukit Tandus
    Sekitar satu jam dari jalan negara (simpang Kuta Malaka), kita akan menemukan pintu gerbang besar yang sepintas jika belum pernah berkunjung, maka akan terpikir tersesat. Karena di dalamnya terlihat perkebunan warga dengan pohon-pohon kelengkeng. Tidak menjanjikan menuju tempat wisata. Yang mengejutkan adalah ternyata itu merupakan kebun pribadi milik seorang warga Samahani secara turun temurun. (bukit dan gunung dilokasi itu konon juga milik si bapak ‘tuan tanah’). Ya ya ya. :)
Pemandangan dari Cafee Kuta Malaka
   Selain itu, menariknya adalah disana ternyata sudah dibangun sebuah cafee yang terkesan seperti villa di atas gunung. Namun sayang, harus ditinggalkan pemiliknya karena masih kurangnya pengunjung yang datang akibat sulitnya jalan menuju tempat tersebut. Saat ini cafee tersebut menjadi parkiran motor pengunjung air terjun. Karena untuk menuju air terjun Kuta Malaka kita harus melanjutkan berjalan kaki menulusuri hutan dengan jalan setapak sekitar 100M. perjalanan tidak terasa letih, karena udaranya yang sejuk dan diiringi suara kicauan burung hutan seolah menjadi obat penghilang lelah (obat kuat). hehe
Penampakan jalan setapak menuju air terjun
    Saat ini air terjun Kuta Malaka masih menjadi tujuan bagi penikmat wisata alam. Jalanan yang sulit tidaklah menjadi kendala bagi mereka. Bahkan malah menjadi tantangan yang mengasikkan.
    Menariknya disana juga tidak hanya lelaki yang bisa berkunjung, tidak seperti beberapa tempat wisata alam yang saat ini sudah tidak diperbolehkan wanita mengunjunginya. Seperti pantai Lhok Mata Ie dan Lange. Alasannya karena rawan dijadikan tempat mesum bagi kalangan anak muda. 
    Nah! Bagi anda yang ingin berkunjung dengan orang yang spesial atau lawan jenis. Jagalah sopan santun anda dan jangan sekali-kali merusaknya dengan perbuatan dzalim yang ujung-ujungnya mendzalimi orang yang anda sayangi.

Selamat menjelajah Kuta Malaka :)